Apa saja Gangguan Saluran Cerna yang Dapat Terjadi selama Kehamilan?

Sumber gambar: freepik.com

Pada ibu hamil, secara alami, terjadi perubahan pada beberapa organ dan kerja organ secara normal (fisiologi). Hal ini sebagai bentuk adaptasi dari perubahan bentuk tubuh dan hormon saat hamil. Proses ini mulai terjadi sejak tahapan pembuahan hingga melahirkan. Bahkan pada beberapa keadaan, perubahan tersebut masih menetap hingga beberapa waktu setelah melahirkan. Perubahan-perubahan yang terjadi seperti perubahan pada komponen darah di dalam tubuh, metabolisme gula, lemak dan lipid, penurunan dari fungsi ginjal, kerja jantung, kepadatan tulang, dan salah satunya adalah saluran cerna.

Permasalahan pada saluran cerna menjadi tantangan tersendiri selama kehamilan. Dikarenakan terjadinya perubahan pada tubuh dan kerja tubuh, ibu hamil sering kali mengalami gastroesophageal reflux disease (GERD) yaitu naiknya asam lambung ke saluran tenggorokan, konstipasi atau yang biasa dikenal sebagai sembelit atau sulit buang air besar, wasir, batu empedu, mual muntah, dan hiperemesis gravidarum.

.

Apa yang terjadi pada saluran cerna wanita yang sedang hamil?

Mual dan Muntah
Sekitar 50 – 80% ibu yang sedang hamil sering mengalami mual dan muntah. Keluhan ini mulai dirasakan pada minggu ke-4 dan ke-6 kehamilan, yang mencapai puncaknya pada minggu ke-8 hingga ke-12 kehamilan. Keluhan ini akan mulai berkurang bahkan menghilang pada usia kehamilan 20 minggu. Mual dan muntah disebabkan oleh peningkatan kadar hormon progesteron yang berdampak pada kelemahan otot polos di usus, sehingga terjadi perlambatan dari gerak usus yang berdampak pada isi lambung akan menumpuk di bagian atas dan memicu timbulnya rasa mual. Namun pada beberapa keadaan, didapatkan hormon kehamilan (hormone chorionic gonadotropin) yang semakin tinggi, yang akan sejalan dengan semakin memberatnya mual dan muntah.

GERD
GERD ditemukan pada 40 – 85% kasus pada wanita hamil. Keadaan ini sering terjadi pada akhir trimester pertama yang dapat mengganggu kualitas hidup dan asupan nutrisi bagi janin yang dikandungnya. Keadaan ini terkadang menetap selama kehamilan. Selain mekanisme hormonal, membesarnya bagian perut yang menekan lambung juga meningkatkan kejadian tersebut. Apabila berlanjut, keadaan ini dapat berkembang menjadi erosi atau luka pada kerongkongan bahkan hingga perdarahan.

Konstipasi atau Sembelit
Konstipasi atau sulit buang air besar sering ditemukan pada trimester pertama dan trimester kedua kehamilan, yang pada beberapa keadaan bahkan dapat berlanjut hingga trimester ketiga. Konstipasi disebabkan oleh peningkatan hormon progesteron yang mengakibatkan relaksasi pada otot polos saluran cerna. Hal ini akan memperlambat gerak isi usus yang mengakibatkan memanjangnya waktu transit isi usus. Keluhan yang dirasakan berupa buang air besar yang tidak teratur, dengan tinja yang kering dan keras atau sakit pada saat dikeluarkan. Keadaan ini dapat disertai dengan wasir karena lamanya waktu mengejan saat buang air besar. Selain peran hormon progesteron, ada juga peran hormon aldosteron yang meningkat sehingga terjadi peningkatan penyerapan cairan pada rongga usus. Hal ini berdampak pada menurunnya komposisi air pada tinja dan sulit untuk dikeluarkan. Diluar peran dari kedua hormon tersebut, ada juga peran dari asupan zat besi selama proses kehamilan. Kita tahu bahwa zat besi merupakan asupan yang sangat dianjurkan oleh dokter selama masa kehamilan. Permasalahannya adalah asupan zat besi mempunyai dampak pada timbulnya konstipasi dan tinja berwarna kehitaman.

Hemoroid atau Wasir
Kehamilan dan proses melahirkan sering menimbulkan hemoroid (wasir). Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan pada hormonal dan adanya tekanan pada dinding perut yang mengakibatkan terjadinya pelebaran dan pembengkakan pada pembuluh darah di dekat anus atau yang biasa dikenal dengan lubang pembuangan. Hal ini akan menimbulkan rasa nyeri, gatal, dan tidak nyaman bagi penderitanya. Bahkan terkadang keluhan dapat disertai adanya perdarahan yang berwarna kemerahan pada saat buang air besar. Keluhan tersebut dapat mengganggu ibu hamil atau wanita paska melahirkan dalam beraktivitas. Selain itu, apabila perdarahan berlanjut dalam jangka waktu yang panjang, dapat berisiko terjadi anemia atau kekurangan sel darah merah.

Batu Empedu
Kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko pembentukan batu empedu yang disebabkan oleh kolesterol. Hal ini dikarenakan peningkatan hormon estrogen selama kehamilan akan meningkatan pengeluaran kolesterol dari empedu. Risiko untuk mengembangkan batu empedu paling tinggi pada trimester kedua atau ketiga dan selama periode postpartum. Cairan empedu yang banyak mengandung kolesterol akan memudahkan terbentuknya batu dari cairan tersebut. Selain itu peningkatan dari hormon estrogen dan progesteron juga akan menurunkan pergerakan pada sistem empedu, sehingga cairan empedu cenderung tertahan pada saluran dan kandung empedu, yang berdampak semakin mudahnya terbentuk batu empedu. Kedua keadaan tersebut dapat membaik setelah proses melahirkan dimana hormon estrogen dan progesteron menurun. Selain kedua faktor tersebut, faktor respon imun dan bakteri pada saluran cerna juga diyakini dapat berperan pada terjadinya batu empedu. Batu empedu terjadi ketika zat dalam empedu, yang dilepaskan ke usus untuk membantu pencernaan, menjadi terlalu terpusat dan membentuk batu yang keras. Batu empedu itu sendiri tidak menyebabkan tanda atau gejala. Namun, jika tersangkut dalam saluran empedu atau menyebabkan penyumbatan, batu empedu dapat menyebabkan gejala, seperti rasa sakit yang tiba-tiba dan hebat di bagian kanan atas perut, nyeri yang tiba-tiba dan hebat di tengah perut dibawah tulang dada, nyeri punggung diantara tulang belikat, rasa sakit di bahu kanan, nyeri terus-menerus di salah satu area atas perut yang berlangsung selama 30 menit atau lebih, mual atau muntah, serta mengalami masalah pencernaan lainnya, termasuk kembung, gangguan pencernaan, mulas, dan gas.

Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum merupakan suatu keadaan mual dan muntah pada ibu hamil dibawah masa kehamilan 22 minggu yang berdampak pada hilangnya berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Beberapa kemungkinan yang diyakini berperan terhadap hiperemesis gravidarum, yaitu peningkatan hormon chorionic gonadotropin, tiroid, dan estrogen. Beberapa keluhan lain dapat menyertai, seperti adanya gangguan metabolisme serta peningkatan dari enzim hati. Komplikasi terberat pada hiperemesis gravidarum yakni ensefalopati Wernicke yang dapat mengakibatkan gangguan kesadaran. Hal ini disebabkan oleh kekurangan vitamin B1 akibat muntah berulang dan kurangnya asupan.

.

Bagaimana penanganan gangguan saluran cerna pada kehamilan?

Mual dan Muntah
Pada keadaan mual dan muntah yang disebabkan oleh perlambatan dari pengosongan lambung, mengurangi asupan lemak dan sayur dapat membantu mengurangi keluhan. Hal ini karena kedua jenis makanan tersebut akan semakin menghambat pengosongan dari lambung. Konsumsi air sebanyak 1.5 liter dengan kaya akan garam dan kalium dapat membantu memperbaiki keluhan. Sebagai tambahan, dapat diberikan vitamin B1 dan B6 yang dapat memperbaiki kondisi saluran cerna dan menjaga kecukupan vitamin saat mual dan muntah.

GERD
Penanganan yang bisa dilakukan untuk meringankan gejala pada pasien GERD yang sedang hamil yaitu dengan perubahan pola makan, seperti peningkatan frekuensi makan namun dalam porsi kecil, menghindari makan terlalu larut malam, serta menghindari membungkuk atau berbaring datar dengan meninggikan kepala atau miring ke sebelah kiri pada saat tidur. Untuk pemberian obat golongan antasida dan histamine 2 receptor blocker seperti ranitidin aman untuk diberikan pada ibu hamil serta dapat membantu mengurangi gejala yang ditimbulkan.

Konstipasi atau Sembelit
Penanganan konstipasi selama masa kehamilan dapat dimulai dengan meningkatkan asupan serat dan air. Dapat juga diberikan pemberian probiotik sehingga mengurangi gejala konstipasi. Apabila konstipasi masih terjadi, dapat diberikan beberapa obat pelunak tinja yang aman bagi ibu hamil seperti laktulosa, gliserin, dan sorbital. Namun ada beberapa obat pencahar yang harus dihindari oleh ibu hamil seperti senosides dan bisakodil.

Hemoroid atau Wasir
Penanganan wasir bagi sebagian ibu hamil atau yang baru saja melahirkan biasanya dengan perbaikan asupan serat dan meningkatkan asupan cairan. Namun terkadang perlu juga diberikan pelunak tinja dan anti nyeri. Pelunak tinja bertujuan untuk mengurangi proses mengedan sehingga dapat mengurangi regangan pada pembuluh darah yang bengkak dan melebar. Tahapan pengobatan tersebut pada dasarnya adalah untuk mengobati ataupun mencegah keluhan buang air besar yang sulit. Pada wasir yang tidak menunjukan perbaikan setelah satu bulan pengobatan atau menunjukan adanya benjolan yang tidak dapat masuk kembali kedalam anus dengan bantuan dorongan, maka diperlukan tatalaksana yang lebih lanjut seperti skleroterapi, cryoterapi, atau operasi.

Batu Empedu
Penilaian awal batu empedu pada wanita hamil dapat menggunakan ultrasonografi transabdominal. Apabila dengan alat tersebut belum dapat ditentukan secara jelas ada tidaknya batu empedu, maka perlu didukung dengan wawancara dan pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti. Penanganan pada wanita hamil yang memiliki batu empedu dapat diberikan terapi cairan dan pereda nyeri untuk mengurangi keluhan yang dialami. Tindakan operasi aman dikerjakan pada wanita hamil dan menurunkan lama rawat pada pasien dengan batu empedu. Untuk obat lytholitic atau penghancur batu empedu seperti ursodeoxycholic acid memiliki kategori B dalam pemberiaan pada masa kehamilan, yaitu tidak ditemukan adanya resiko pada studi yang telah dilakukan.

Hiperemesis Gravidarum
Pasien hiperemesis gravidarum biasanya akan mengalami perbaikan setelah melewati trimester pertama. Namun perlu perhatian terhadap kecukupan asupan cairan, elektrolit, dan vitamin terutama vitamin B1. Selain beberapa cara tersebut dapat juga diberikan antagonis dopamin dan histamine 2 receptor blocker.

.

Kehamilan merupakan suatu kondisi penting dimana asupan nutrisi perlu dijaga untuk menjaga kesehatan ibu dan janin. Oleh karena itu, penting bagi kita memahami perubahan-perubahan pada saluran cerna selama masa kehamilan. Penanganan dini dapat membantu menenangkan ibu dan juga mengurangi gejala. Tentu saja, apabila keluhan berlanjut, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

.

Referensi
Gomes, Catarina Frias. Et all. 2018. Gastrointestinal Diseases During Pregnancy What Doest The Gasteroenterologist Need To Know. Annals of Gastroenterology (2018) 31

Kemal B, Emina A, Esra P, Turkan A, Ozgur O. Hemorrhoids and Related Complication in Primgravid Pregnancy. Journal Coloproctol. 2018;(3). P.179-82

Soma-Pillay, Priya. Et all. 2016. Physiological Changes in Pregnancy. Cardiovascular Journal of Africa Volume 27 No 2 March / April 2017

Staroselky A, Alejandro A, Vohra S. Hemorrhoids in Pregnancy. 2008;(54). P.189-90

Verghese, Tina Sara. Et all. 2015. Constipation in Pregnancy. Royal Collage Obstetric and Gynecology 2015;17 : 111-5

Gastrointestinal Issues During Pregnancy diakses pada 25 Juli 2019 melalui https://www.lifespan.org/centers-services/multidisciplinary-obstetric-medicine-service-moms/common-conditions-during/gastro

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*