Tips Sehat Berpuasa agar Terhindar dari Gangguan Saluran Cerna!

Fakta dan mitos mengenai puasa dan saluran cerna

Mari kita bahas beberapa mitos mengenai berpuasa dan kesehatan saluran cerna

  • Penderita dispepsia (maag) tidak dianjurkan berpuasa. Orang dengan sakit maag boleh berpuasa, namun memang kekambuhan penyakit sering dirasakan dalam proses berpuasa. Dispepsia berhubungan dengan rasa tidak nyaman pada ulu hati, rasa penuh, mual dan muntah. Oleh karena itu, penting untuk mengatur waktu dan total asupan makanan, serta mengkonsumsi obat-obatan untuk menurunkan produksi asam lambung, sehingga akan menurunkan risiko munculnya gangguan tersebut. Dengan asupan kalori yang seimbang dan sesuai kebutuhan harian maka kondisi tersebut akan dapat dikendalikan. Selain itu, perlu diingat bahwa asupan kalori yang dibutuhkan pada saat berpuasa adalah tetap, hanya saja frekuensinya yang berubah menjadi dua kali.

  • Tidak boleh berolahraga saat berpuasa. Berpuasa tidak menghambat seseorang untuk berolahraga, namun waktu terbaik memang saat setelah berbuka puasa, yaitu ketika asupan energi cukup dan merupakan waktu terbaik dari performa fisik dan psikomotorik.

    Baca juga: Tidak Ingin Maag dan GERD Kambuh Saat Puasa? Ini Tipsnya!

  • Langsung tidur setelah sahur baik bagi lambung. Berpuasa ataupun tidak, risiko terjadinya refluks asam lambung atau Gastroesofageal Refluks Disease (GERD) sangat tinggi pada seseorang yang tidur setelah makan. Hal ini karena lambung yang terisi penuh pada posisi tidur akan mudah menekan katup bagian atas lambung yang menjadi salah satu pencetus terjadinya GERD. Selain karena tidur setelah makan, GERD sering muncul pada saat berpuasa karena asupan makan yang berlebih pada saat sahur dan berbuka puasa, terlalu banyak asupan minuman berkarbonasi ataupun kafein, mengunyah makanan dengan mulut terbuka, ataupun merokok. Hal ini dapat dicegah dengan tidak sahur dan berbuka secara berlebihan.

  • Tidak sahur tidak masalah. Seringkali seseorang tidak terbangun sahur dan merasa hal tersebut tidak masalah selama ia kuat. Namun faktanya adalah asupan makanan akan diolah selama delapan hingga dua belas jam. Setelahnya, tubuh akan menggunakan cadangan yang ada pada tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi. Orang yang tidak sahur dengan asupan terakhir lebih dari 16 – 18 jam maka akan menggunakan sumber lemak dan protein dari tubuh untuk menghasilkan energi. Dimana sumber energi tersebut akan berdampak bukan saja pengurangan lemak tubuh tetapi juga massa otot.

,

Setelah membaca artikel diatas, sudah tahu kan bagaimana pengaturan pola makan, tips dan trik menjaga kesehatan, serta fakta mengenai puasa dan saluran cerna? Oleh karena itu, dengan memahami cara berpuasa yang sehat dan mengetahui beragam manfaat yang didapat bagi kesehatan, semoga kita dapat mengambil manfaat dari ibadah ini dengan sebaik mungkin. Selamat menjalankan ibadah puasa!

,


Referensi
Carlin, Rafie. Et all. 2016. Fating During Ramadhan : Nutrition and Health Impact and Food Safety Recomendation. Virginia Cooperative Extension

Hamish, Fernando. Et All. 2019. Effect of Ramadhan Fasting on Weight and Body Composition in Healthy Non Athlete Adults : A Systematic Review and Metanalysis. Nutrients.

James, Brown. Et All. 2013. Intermittent Fasting : A Dietary Intervention for Prevention of Diabetes and Cardiovascular Disease. The British Journal of Diabetes and Cardiovascular Disease.

James, Catterson. 2018. Short Term Intermitent Fasting Induces Long Lasting Gut Health and TOR Independent Lifespan Extension. Current Biology Article.

Mina, Fazel. Et All. 1998. Medical Implication of Controlled Fasting. Journal of The Royal Society of Medicine.

Najmeh, Seifi. 2017. Effect of Ramadhan Fasting on Common Upper Gastrointestinal Disorders : A review and Literature. Journal Fasting Health.

Toldo, Wilhelmi.Et all. 2019. Safety, Health Improvement and Well Being During a 4 to 21 Days Fasting Period in an Observatinal Study. Journalpone.

2 Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*