Sakit Maag? Jangan-jangan Kamu Menderita Infeksi Helicobacter Pylori

Sumber ilustrasi: medcomic.com

Penulis: Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB, FINASIM, FACP
Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

   

Pada manusia, infeksi kuman Helicobacter pylori (H. pylori) ini bisa tanpa gejala, atau bisa jadi pasien seperti merasakan sakit maag dan datang dengan perdarahan saluran cerna atas. Gambaran kelainan yang terjadi bisa berupa gangguan fungsional lambung, luka permukaan dinding lambung, tukak lambung atau usus dua belas jari, bahkan sampai kanker lambung.

Pengalaman klinis saya masih menemukan pasien yang datang karena perdarahan lambung dan ternyata dari hasil pemeriksaan endoskopi, didapatlah kanker pada lambung pasien tersebut. Pemeriksaan lebih lanjut pada pasien tersebut ditemukan infeksi kuman H. pylori sebagai penyebab kanker lambung tersebut. WHO sendiri sudah menyatakan bahwa kuman ini sebagai zat karsinogen yang bisa menyebabkan kanker.

Saat ini laporan dari berbagai pusat penelitian termasuk juga dari sentra-sentra pendidikan di Indonesia yang menunjukkan bahwa prevalensi infeksi H. pylori ini memang sudah menurun tetapi tetap harus diwaspadai.

Dalam 3 tahun terakhir sejak Januari 2014 sampai tahun 2017, Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia (PGI) khususnya Kelompok Studi Helicobacter pylori Indonesia (KSHPI) melakukan penelitian di 20 RS Indonesia, baik yang mempunyai fasilitas maupun RS yang belum mempunyai fasilitas endoskopi. Untuk rumah sakit yang belum mempunyai peralatan endoskopi kita membawa sendiri peralatan endoskopi untuk melakukan penelitian tersebut. Penelitian ini bekerja sama dengan peneliti Jepang Prof Yoshio Yamaoka dari Universitas Oita, Jepang. Prof Yamaoka sendiri menjadi guru besar di Universitas Houston USA. Penelitian Helicobacter pylori ini juga merupakan bagian dari survei endoskopi yang didukung oleh Asia Pacific Society of Digestive Endoscopy (APSDE), organisasi perhimpunan endoskopi saluran cerna Asia Pasifik.

Penelitian ini diketuai oleh saya sendiri dan melibatkan berbagai peneliti gastroenterologi serta pusat-pusat pelayanan kesehatan di berbagai kota di Indonesia. Penelitian ini telah menghasilkan 1 orang PhD dari Universitas Oita Dr. Muhammad Miftasurur SpPD, PhD dari Unair yang secara aktif membantu penelitian multicentre ini. Penelitian ini juga telah menghasilkan beberapa konsultan penyakit lambung dan pencernaan serta beberapa spesialis penyakit dalam.

Adapun RS yang dilibatkan dalam penelitian besar ini yang merupakan bagian dari Indonesian Wide Study of Helicobacter pylori (IWS Hp), yaitu RS Zainal Abidin Aceh, RS Adam Malik Medan, RSUD Dolok Sanggul (Sumatera Utara), RS Pangururan Samosir (Sumatera Utara), RSUP M. Djamil Padang (Sumatera Barat), RSUP M. Hoesin Palembang (Sumatera Selatan), RS. Gunung Sitoli (Pulau Nias), RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUD Cimacan (Jawa Barat), RSUD Soetomo Surabaya (Jawa Timur), RSUD Bangli (Bali), RS Antonius, Pontianak (Kalimantan Barat), RS Prof Kandau Manado, (Sulawesi Utara), RS Wahidin Makassar (Sulawesi Selatan), RS Undata Palu (Sulawesi Tengah), RSUD Kolaka Sulawesi Tenggara, RSUD Yowari Jayapura (Papua), RSUD Merauke (Papua), RSUD Prof Johanes Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), RSUD Bangli Bali.

Tujuan penelitian multi centre ini yaitu untuk mengetahui angka kejadian infeksi ini, faktor risiko, keragaman genotip, dan pola resistensi Helicobacter pylori di Indonesia serta memelajari mekanisme molekular patogenesis kuman H. pylori ini di Indonesia melalui data genom dan data klinis yang diperoleh. Total responden penelitian yang telah diperoleh mencapai angka 1100 pasien. Selama penelitian berlangsung, saya sebagai peneliti utama beserta Prof. Yoshio Yamaoka turut hadir di setiap lokasi penelitian untuk keperluan pengambilan data tersebut.

Sampai sejauh ini hasil penelitian multicentre ini telah menghasilkan 5 publikasi internasional yang dapat diakses di www.pubmed.com. Berbagai data masih terus dianalisa untuk dilaporkan dalam bentuk publikasi ilmiah di jurnal internasional.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membangkitkan semangat dan antusiasme para sejawat lainnya untuk melakukan penelitian di bidang gastroenterologi di Indonesia. Hasil publikasi penelitian ini diharapkan juga dapat meningkatkan kualitas penelitian Indonesia di mata dunia dan jumlah publikasi ilmiah dalam jurnal ilmiah bereputasi internasional.

Publikasi kedua dari penelitian Helicobacter pylori dipublikasi pada salah satu jurnal ternama kedokteran Plos One pada edisi 23 November 2015 melaporkan tentang angka kejadian dan risiko terjadi infeksi H. pylori. Penelitian tentang infeksi Helicobacter pylori ini merupakan update terbaru mengenai angka kejadian infeksi Helicobacter di Indonesia yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia. Laporan kedua ini meliputi 267 pasien awal yang kami recruit di awal penelitian yaitu pasien dengan sakit maag atau dispepsia. Penelitian berlangsung selama 1 tahun sejak Januari 2014 sampai dengan Februari 2015.

Pasien terdiri dari 143 wanita dan 124 laki-laki, umur rata-rata pasien 47,5 +/- 14,6 tahun dengan pasien termuda 17 tahun dan paling tua 80 tahun. Penelitian ini dilakukan di Medan, Jakarta, Surabaya, Makasar, Pontianak, dan Papua. Semua pasien dilakukan endoskopi dan dilakukan biopsi untuk diperiksa adanya kuman pada pasien tersebut. Pemeriksaan biopsi meliputi pemeriksaan langsung adanya kuman, pemeriksaan histopatologi untuk melihat secara langsung adanya kuman serta pemeriksaan kultur kuman. Dari 267 pasien tersebut 70 bersuku Batak, 54 etnik Tionghoa, 42 suku Jawa, 30 suku Bugis, 40 suku Dayak, 21 suku Papua, 3 Madura, 2 Aceh, 2 Sunda, 1 suku Banjar, 1 Bali dan 1 Ambon.

Dari hasil penelitian ini kami mendapatkan prevalensi dari kuman H. pylori di Indonesia hanya 22,1%. Angka ini menunjukan bahwa 1 dari 5 pasien dispepsia (sakit maag) mengalami infeksi H. pylori. Suku bangsa dan sumber air minum menjadi faktor risiko terjadi infeksi kuman H. pylori.

Secara khusus catatan penting dari laporan penelitian ini bahwa untuk etnis Batak, Bugis dan Papua mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita infeksi H. pylori dari pada etnis lain.

Oleh karena ini kita tetap harus mewaspadai bahwa kuman ini ada di sekitar kita. Mengingat dampak klinis yang terjadi akibat infeksi ini begitu luas dari hanya dispepsia fungsional, gastritis kronis, ulkus peptikum, bahkan penyakit ini bisa menyebabkan terjadinya kanker lambung seperti yang saya sebutkan di atas.

Pada penelitian multicentre ini kami juga ingin mengetahui apa metode yang dapat digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya infeksi H. pylori. Kami melakukan validasi pemeriksaan urin (Rapirun), untuk mendeteksi infeksi H. pylori. Untuk pemeriksaan ini kami mengambil sampel dari 3 senter yaitu Jakarta, Pontianak, dan Jayapura. Pemeriksaan tes urin untuk H. pylori ini dibandingkan dengan pemeriksaan baku emas untuk mendeteksi H. pylori yaitu histopatologi, imunohisto kimia serta kultur. Dari hasil penelitian ini didapat sensitivitas dan spesivisitas pemeriksaan tes urin ini adalah 83,3% dan 94,7%. Hasil ini menunjukkan bahwa pemeriksaan urin secara langsung untuk mendeteksi kuman H. pylori dapat digunakan di Indonesia dan perlu dikembangkan lebih lanjut.

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyakit infeksi Helicobacter pylori telah mengantarkan penemunya, Prof. Barry Marshall dan Dr. Robin Warren mendapat hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 2005 (Prof. Barry Marshall terakhir berkunjung di Indonesia tahun 2016). Penemuan kuman ini telah mengubah cara tatalaksana pasien dengan gastritis atau ulkus peptikum yang sebelumnya hanya diberikan obat anti asam tetapi saat ini juga harus diobati dengan antibiotik jika ditemukan pula kuman sebagai penyebab terjadinya ulkus peptikum.

Jadi, jika ditemukan luka di lambung dan atau usus dua belas jari kemudian ditemukan pula kuman H. pylori, maka dokter harus melakukan eradikasi (pemberatasan kuman) yaitu dengan memberikan kombinasi 2 buah antibiotik dikombinasi dengan pemberian penghambat pompa proton (misal omeprazole, lansoprazole, pantoprazole, esomeprazole, dan rabeprazole) dosis ganda. Dengan melakukan eradikasi kuman tersebut kita telah memutus kelanjutan perjalanan infeksi ini sebagai penyebab terjadinya kanker lambung di masa datang. Selain itu kita juga memutus mata rantai penyebaran kuman tersebut. Oleh karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan agar pengobatan infeksi H. pylori dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

Diagnosis penyakit infeksi H. pylori dapat ditegakkan dengan metode invasif dengan endoskopi atau noninvasif tanpa endoskopi. Pemeriksaan noninvasif melalui pemeriksaan Urea Breath Test (UBT), serologi darah, melalui pemeriksaan urin, melalui feses yaitu H. pylori stool antigen. Pemeriksaan invasif dengan endoskopi meliputi pemeriksaan rapid urease test, histologi, kultur dan PCR. Sejauh ini berbagai modalitas untuk diagnosis infeksi H. pylori telah dilakukan penelitian di Indonesia dan sebagian juga telah tersedia di Indonesia.

Sampai sejauh ini pemeriksaan invasif dengan endoskopi untuk mendeteksi H. pylori masih menjadi pilihan terutama pada kasus dispepsia atau sakit maag dengan adanya tanda alarm seperti riwayat muntah darah, berat badan turun, adanya anemia yang tidak diketahui sebabnya dan pasien dengan dispepsia pada saat umur sudah >45 tahun.

Pemeriksaan endoskopi tentu untuk mengevaluasi penyebab dari dispepsia dengan tanda alarm dan dilanjutkan dengan biopsi untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori.

Selain itu jaringan biopsi juga digunakan untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori secara kultur. Yang menarik dari penelitian yang kami lakukan bahwa kami mendapatkan sekitar 10% dengan tukak lambung dan usus dua belas jari, 15,5% dengan radang kerongkongan dan 1 kasus dengan kanker lambung pada pasien yang mengeluh sakit maag tersebut. Oleh karena itu tetap bahwa endoskopi menjadi pilihan pertama pada kasus-kasus dispepsia dengan adanya tanda alarm untuk mengevaluasi adanya kelainan organik sebagai penyebab dari sindrom dispepsia tersebut.

Masih banyak pertanyaan seputar infeksi H. pylori di Indonesia, keragamanan budaya dan suku bangsa membuat kejadian infeksi H. pylori juga berbeda-beda dari satu daerah ke daerah yang lain. Buat masyarakat informasi ini perlu diketahui dan diskusikan dengan dokter kamu jika memang kamu mempunyai masalah dengan lambung untuk mengevaluasi kuman H. pylori ini sebagai penyebabnya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*