Bagaimana hubungan pengawet makanan dengan kanker kolorektal?
Perkembangan zaman menyumbang dampak bagi kesehatan saluran cerna. Proses pengolahan dengan melibatkan proses biologi, kimia, dan fisik meningkatkan nilai dan kualitas dari makanan olahan, serta menjaga makanan agar tidak terkontaminasi bakteri. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah makanan olahan termasuk dengan bahan pengawet di dalamnya dinilai dapat memicu kanker (karsinogen). Beberapa bahan olahan yang dinilai bersifat karsinogenik, yaitu sodium nitrat, akrilamida, amina heterosiklik, dan polisiklik aromatik.
Makanan olahan yang menggunakan bahan pengawet dapat meningkatkan risiko kanker secara keseluruhan mencapai 12%. Makanan olahan yang mengandung pengawet biasanya kaya akan energi, lemak, sodium, dan gula, namun kurang serat dan mikronutrien (vitamin dan mineral). Makanan olahan ini akan meningkatkan kadar gula darah lebih tinggi dan juga menurunkan rasa kenyang sehingga berdampak pada terjadinya peningkatan berat badan yang berlebih (obesitas). Obesitas akan menjadi salah satu faktor risiko terjadinya kanker kolorektal.
Konsumsi makanan yang diberi pengawet secara berulang dalam durasi waktu yang lama dapat berdampak pada terjadinya kanker kolorektal. Sebenarnya sudah ada peraturan yang mengatur batasan penggunaan bahan pengawet yang boleh dikonsumsi, namun terkadang konsumsi yang terlalu banyak dalam jangka waktu yang panjang dapat memberikan dampak bagi kesehatan. Sebagai contoh, titanium oksida yang digunakan sebagai pengawet dapat memberikan rasa dan tekstur yang baik serta menghambat tumbuhnya bakteri pada makanan, namun dapat mendukung pembelahan sel yang tidak terkontrol yang dapat berdampak pada terjadinya kanker. Salah satu komponen pengawet daging sodium nitrat yaitu N nitroso merupakan komponen yang dapat memicu keganasan yang nantinya dapat menjadi kanker kolorektal.
.
Baca juga: Penting! Kenali Mikrobiota Usus yang Memengaruhi Otak Hingga Saluran Cerna
.
Selain itu, pengawet makanan diyakini dapat menimbulkan perubahan pada bakteri baik di saluran cerna sehingga merubah ekosistem bakteri baik di dalamnya. Hal ini dirasakan dengan perubahan mikrobiota di dalam usus seiring dengan perkembangan zaman terutama di abad 20, sehingga semakin diyakini bahwa perubahan pola makan memiliki peran. Gangguan ekosistem bakteri baik di dalam usus ini dapat memicu terjadinya peradangan dalam jangka waktu yang panjang. Kedua hal tersebut dinilai berperan terhadap terjadinya kanker kolorektal.
Penggunaan pengawet makanan pada daging olahan masih diizinkan, karena menurut pengelola pangan di Australia dan New Zealand dampak dari daging yang tidak diberi pengawet adalah tumbuh bakteri yang dapat menimbulkan gangguan pada saluran cerna. Oleh karena itu penggunaan pengawet makanan dalam jumlah sedikit masih diperbolehkan untuk menghindari faktor risiko tersebut.
Referensi
Fiolet T, Srour B, Sellem L, Kesse-Guyot E, Allès B, Méjean C, Deschasaux M, Fassier P, Latino-Martel P, Beslay M, Hercberg S. Consumption of ultra-processed foods and cancer risk: results from NutriNet-Santé prospective cohort. bmj. 2018 Feb 14;360:k322.
Silva MM, Lidon F. Food preservatives–An overview on applications and side effects. Emirates Journal of Food and Agriculture. 2016 Jan 7:366-73.
Tabung FK, Brown LS, Fung TT. Dietary patterns and colorectal cancer risk: a review of 17 years of evidence (2000–2016). Current colorectal cancer reports. 2017 Dec 1;13(6):440-54
Vega P, Valentín F, Cubiella J. Colorectal cancer diagnosis: pitfalls and opportunities. World journal of gastrointestinal oncology. 2015 Dec 15;7(12):422.

Leave a Reply