Mengapa Malnutrisi pada Lansia Perlu Diperhatikan?

Sumber gambar: freepik.com

Penulis: dr. Saskia Aziza Nursyirwan, SpPD, K-GEH
Divisi Gastroenterologi, Pankreatobilier dan Endoskopi Saluran Cerna, KSM/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

 

Malnutrisi pada lansia sering kali dianggap hal yang wajar karena usia tua. Padahal, malnutrisi justru bisa memperburuk fungsi organ tubuh, termasuk saluran cerna. Proses penuaan menyebabkan penurunan fungsi tubuh, termasuk kemampuan mencerna dan menyerap zat gizi dari makanan. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi dapat memicu berbagai gangguan pencernaan, yang akhirnya memperburuk kondisi keseimbangan gizi pada lansia secara keseluruhan.

Perubahan yang Terjadi pada Saluran Cerna Lansia

Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan dari mulut hingga usus:

  • Produksi air liur berkurang sehingga mulut terasa kering dan sulit menelan.
  • Kehilangan gigi atau penggunaan gigi palsu yang tidak sesuai turut menganggu proses pengunyahan sehingga lansia cenderung memilih makanan lunak yang rendah serat dan protein
  • Aktivitas enzim pencernaan menurun, menyebabkan penyerapan nutrisi menjadi tidak optimal.

Dampak Malnutrisi terhadap Pencernaan Lansia

  1. Gangguan Penyerapan Zat Gizi Makro dan Mikro pada Lansia

    Seiring bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan fisiologis pada sistem pencernaan lansia yang berdampak pada penurunan efisiensi penyerapan zat gizi. Salah satu perubahan utama adalah penurunan produksi asam lambung (hipoklorhidria) dan enzim pencernaan. Kondisi ini mengganggu proses denaturasi protein di lambung serta menghambat penyerapan vitamin B12, kalsium, dan zat besi, yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan anemia megaloblastik dan osteoporosis. Kekurangan asupan protein turut berkontribusi terhadap penurunan massa otot (sarkopenia), termasuk otot polos pada saluran cerna. Hal ini dapat memperlambat motilitas usus, yang pada akhirnya menimbulkan konstipasi atau sembelit kronis.

    Perubahan lain juga terjadi pada struktur dan fungsi usus halus, antara lain berupa penurunan luas permukaan penyerapan serta penurunan aktivitas enzim pencernaan di mukosa usus. Akibatnya, kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi dari makanan menjadi semakin berkurang.

    Kondisi malnutrisi yang sering ditemukan pada lansia memperburuk gangguan ini, karena mukosa usus menjadi lebih tipis dan rentan terhadap peradangan. Hal ini menciptakan siklus patologis antara gangguan penyerapan dan defisiensi nutrisi, yang saling memperburuk kondisi klinis secara progresif.

  2. Ketidakseimbangan Bakteri Baik dalam Usus

    Malnutrisi juga berdampak terhadap keseimbangan mikrobiota usus. Lansia dengan asupan serat rendah dan protein yang tidak adekuat cenderung memiliki penurunan jumlah bakteri baik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium. Ketidakseimbangan flora usus ini menyebabkan meningkatnya kolonisasi bakteri patogen, yaitu bakteri yang dapat memicu peradangan kronis, diare, dan gangguan imunitas mukosa usus.

  3. Sembelit atau Sulit Buang Air Besar (BAB)

    Pada usus besar, malnutrisi sering menimbulkan gangguan motilitas berupa konstipasi atau sembelit. Kekurangan cairan, serat, dan aktivitas fisik memperlambat pergerakan usus, menyebabkan penumpukan sisa metabolik yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan, nyeri perut, bahkan penumpukan feses. Dalam beberapa kasus, sembelit kronis juga dapat memicu divertikulosis dan meningkatkan risiko sumbatan parsial pada usus besar.

  4. Risiko Infeksi Usus

    Malnutrisi protein–energi kronis berdampak langsung pada mukosa usus melalui atrofi vili yang berperan dalam penyerapan nutrisi dari zat makanan, serta penurunan ketebalan lapisan epitel usus. Kondisi ini membuat usus menjadi lebih mudah terpengaruh terhadap paparan toksin dan mikroorganisme, sehingga meningkatkan risiko infeksi saluran pencernaan seperti Clostridium difficile atau Helicobacter pylori. Infeksi ini selanjutnya memperparah malabsorpsi dan memperberat kondisi kekurangan gizi.

Faktor Psikologis Juga Berperan

Kondisi psikologis juga memiliki kontribusi terhadap malnutrisi dan gangguan saluran cerna lansia. Depresi, kesepian, dan gangguan kognitif sering menyebabkan penurunan nafsu makan, disertai dengan disregulasi sistem saraf otonom yang mengatur motilitas saluran pencernaan. Kombinasi faktor fisik dan psikis ini menciptakan siklus gizi buruk yang sulit diputus tanpa intervensi multidisipliner.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Penanganan malnutrisi pada lansia memerlukan pendekatan komprehensif, meliputi perbaikan status gizi, rehabilitasi fungsi pencernaan, serta intervensi psikososial. Pemberian makanan tinggi protein, kaya serat, serta suplementasi vitamin dan mineral penting harus disesuaikan dengan kemampuan cerna individu. Selain itu, edukasi keluarga dan tenaga kesehatan mengenai pentingnya deteksi dini malnutrisi sangat krusial untuk mencegah komplikasi serius pada saluran cerna dan menjaga kualitas hidup lansia.


Referensi:

  1. Norman K, Haß U, Pirlich M. Malnutrition in Older Adults-Recent Advances and Remaining Challenges. 2021 Aug 12;13(8):2764. doi: 10.3390/nu13082764. PMID: 34444924; PMCID: PMC8399049.
  2. de Sire A, Ferrillo M, Lippi L, Agostini F, de Sire R, Ferrara PE, Raguso G, Riso S, Roccuzzo A, Ronconi G, Invernizzi M, Migliario M. Sarcopenic Dysphagia, Malnutrition, and Oral Frailty in Elderly: A Comprehensive Review. 2022 Feb 25;14(5):982. doi: 10.3390/nu14050982. PMID: 35267957; PMCID: PMC8912303.
  3. Tomasiewicz A, Polański J, Tański W. Advancing the Understanding of Malnutrition in the Elderly Population: Current Insights and Future Directions. Nutrients. 2024 Jul 31;16(15):2502. doi: 10.3390/nu16152502. PMID: 39125381; PMCID: PMC11314143.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*