Kapan pemeriksaan skrining dilakukan?
Tujuan skrining kanker kolorektal adalah untuk mendeteksi dini, membuang polip atau lesi pre-kanker, serta mendeteksi penyakit pada stadium awal sehingga dapat segera dilakukan terapi.
Pilihan waktu pemeriksaan skrining dapat didasarkan pada kategori risiko seseorang menderita kanker kolorektal. Panduan American Cancer Society merekomendasikan bahwa orang-orang dengan risiko sedang dapat memulai skrining rutin pada usia 45 tahun. Pada panduan penatalaksanaan kanker kolorektal oleh komite penanggulangan kanker nasional, direkomendasikan orang dengan risiko sedang dapat melakukan skrining kanker kolorektal pada usia 50 tahun. Pada panduan tersebut dijelaskan bahwa pada kategori risiko sedang, tes darah samar disarankan dilakukan setiap 1 tahun sekali, sigmoidoskopi fleksibel setiap 5 tahun sekali, kolonoskopi setiap 10 tahun sekali, CT kolonografi setiap 5 tahun sekali, dan barium enema dengan kontras ganda setiap 5 tahun sekali. Tentunya, pilihan pemeriksaan apa yang dipilih akan disesuai dengan kondisi, kebutuhan, preferensi, dan akses pasien. Jadwal yang telah disebutkan sebelumnya juga tidak selalu mutlak dilakukan kepada semua orang dengan risiko sedang. Dokter akan membantu memberikan masukan kepada pasien mengenai jenis pemeriksaan apa yang dipilih dan waktunya.
Berbeda dengan kategori risiko sedang, pada pasien dengan risiko tinggi pemeriksaan skrining kanker kolorektal perlu dilakukan lebih awal dan dengan jeda evaluasi yang lebih dekat. Diskusikan pilihan pemeriksaan skrining kanker kolorektal dengan dokter untuk menentukan manakah pemeriksaan yang akan dipilih serta kapan saja pemeriksaan tersebut sebaiknya dilakukan.
.
Baca juga: Mengenal Kolonoskopi: Pemeriksaan untuk Melihat Kondisi Saluran Cerna Bagian Bawah
.
Apa saja pilihan untuk skrining kanker kolorektal?
Berikut adalah pilihan pemeriksaan skrining kanker kolorektal yang dapat Anda pilih:
- Fecal Occult Blood Test
Pemeriksaan Fecal Occult Blood Test atau disebut dengan pemeriksaan tes darah samar tinja merupakan pemeriksaan sederhana untuk mendeteksi kanker usus besar dengan memeriksakan sejumah kecil darah dalam sampel tinja/ feses yang tidak terlihat oleh mata telanjang atau disebut dengan darah samar. Keberadaan darah samar dapat mengindikasikan adanya polip atau kanker pada usus besar dan rektum. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kanker kolorektal sebelum adanya gejala yang nyata. Pengambilan sampel feses umumnya dapat dilakukan sendiri oleh pasien kemudian feses tersebut dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.
Tes darah samar feses terdiri dari beberapa jenis, diantaranya tes guaiac-based fecal occult blood test (gFOBT) dan tes fecal immunochemical test (FIT). gFOBT yaitu pemeriksaan feses yang menggunakan reaksi kimia untuk melihat kemungkinan adanya darah samar. Sedangkan FIT yaitu pemeriksaan tes imunokimia darah samar yang lebih akurat dibandingkan pemeriksaan tes darah samar lainnya karena penggunaan obat-obatan dan makanan sebelum tes tidak mengganggu hasil pemeriksaan ini.
Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah tes FIT-DNA yang dapat menunjukkan adanya perubahan seluler pada seseorang yang mungkin menderita polip pra-kanker atau kanker usus besar. Tes ini juga mampu mendeteksi darah dalam feses. Tes ini dilakukan menggunakan kit untuk mengumpulkan sampel feses yang kemudian dikirimkan ke laboratorium untuk dianalisis. Tes ini terus dipelajari untuk melihat seberapa spesifitas dan sensitivitasnya untuk mendeteksi kanker kolorektal. - Sigmoidoskopi fleksibel
Sigmoidoskopi fleksibel adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi bagian bawah usus besar. Selama pemeriksaan sigmoidoskopi fleksibel, tabung tipis dan fleksibel disertai kamera kecil diujungnya akan dimasukkan melalui anus untuk memungkingkan dokter melihat bagian dalam rektum, sigmoid, dan sebagian usus besar desenden. Jika perlu, sampel jaringan (biopsi) dapat diambil selama pemeriksaan sigmoidoskopi.
Sigmoidoskopi fleksibel tidak memungkinkan dokter untuk melihat seluruh usus besar. Akibatnya, sigmoidoskopi fleksibel saja tidak dapat mendeteksi kanker atau polip pada seluruh bagian usus besar. - Kolonoskopi
Pemeriksaan kolonoskopi mirip dengan sigmoidoskopi fleksibel, namun alat yang digunakan lebih panjang dan dapat menjangkau bagian usus besar lebih dalam. Kolonoskopi juga digunakan sebagai tes lanjutan jika ditemukan sesuatu yang tidak normal pada hasil tes skrining lainnya. Pada panduan yang dikeluarkan oleh American Cancer Society disebutkan bahwa semua hasil positif pada tes skrining non-kolonoskopi sebaiknya ditindaklanjuti dengan pemeriksaan kolonoskopi. - CT Kolonografi
Tidak seperti kolonoskopi biasa yang dijelaskan sebelumnya, CT kolonografi atau disebut dengan kolonoskopi virtual, menggunakan CT scan untuk menghasilkan ratusan gambar penampang organ perut pasien. Gambar digabungkan dan dimanipulasi secara digital untuk memberikan tampilan detail bagian dalam usus besar dan rektum. Pemeriksaan CT Kolonografi memerlukan persiapan khusus sebelum tindakan yang sama dengan pemeriksaan kolonoskopi biasanya. - Barium enema dengan kontras ganda
Pemeriksaan barium enema kontras ganda menggunakan sinar-X dan dua bentuk kontras untuk menvisualisasikan lesi atau jaringan abnormal di usus besar. Pada pemeriksaan rontgen X-ray yang biassanya, hasil gambaran tidak dapat memberikan gambaran yang jelas untuk jaringan lunak. Namun, dengan bantuan barium dan udara atau karbondioksida yang dimasukkan ke usus besar melalui anus maka jaringan usus akan terlihat lebih jelas.
.
Informasi tentang Kanker Usus Besar di sini
.
Referensi
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal Komite Penanggulangan Kanker Nasional.
Lin JS, Perdue LA, Henrikson NB, Bean SI, Blasi PR. 2021. Screening for Colorectal Cancer: Updated Evidence Report and Systematic Review for the US Preventive Services Task Force. JAMA. 325(19):1978-1998.
Wolf AMD, Fontham ETH, Church TR, Flowers CR, Guerra CE, LaMonte SJ, et al. 2018. Colorectal cancer screening for average-risk adults: 2018 guideline update from the American Cancer Society. CA Cancer J Clin. 68(4):250-281.
Leave a Reply