Penulis: dr. Saskia Aziza Nursyirwan, SpPD
Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
.
Dampak polusi udara pada saluran pernapasan telah jelas terbukti dan telah diketahui khalayak umum. Namun, hingga saat ini dampak polusi udara pada saluran pencernaan masih belum banyak diteliti.
Polusi udara merupakan gabungan dari beberapa senyawa yang dapat memberikan dampak tidak baik bagi kesehatan kita. Berkaca dari sejarah, polusi udara pernah menjadi permasalahan kesehatan yang meningkatkan angka kesakitan dan kematian di London pada tahun 1952. Oleh karena itu, dengan tingginya polusi udara terutama pada beberapa wilayah di Indonesia yang terdampak kebakaran hutan maupun disebabkan oleh asap kendaraan dan industri, penting bagi kita untuk memahami dampak yang ditimbulkan oleh polusi udara terhadap saluran pencernaan. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana polusi udara menimbulkan gangguan kesehatan terhadap saluran pencernaan.
.
Bagaimana pengaruh polusi udara terhadap kesehatan saluran pencernaan kita?
Permasalahan umum yang sering ditimbulkan oleh polusi udara terutama pada tingkatan yang membahayakan kesehatan adalah gangguan pada saluran pernapasan, gangguan pertumbuhan pada sistem pernapasan anak, dan kekambuhan atau memberatnya keluhan pada pasien dengan penyakit saluran pernapasan kronis. Oleh karena itu banyak orang yang fokus terhadap saluran pernapasan ketika dihadapi oleh permasalahan polusi udara terutama pada kasus yang sedang menjadi perhatian saat ini yakni kebakaran hutan. Kenyataannya, polusi udara juga memberikan dampak yang sangat besar pada saluran cerna melalui kontaminasi makanan dan air dalam jumlah yang cukup signifikan. Selain itu, ketika partikel polusi udara yang berukuran lebih dari enam mikrometer terhirup akan berhadapan dengan respon pertahan tubuh yaitu silia (bulu-bulu halus) yang terdapat pada saluran pernapasan sebagai pertahanan mekanik. Pertahanan ini akan mendorong partikel tersebut masuk kedalam saluran cerna, sehingga menimbulkan respon peradangan pada saluran cerna. Beberapa studi pernah menghubungkan respon peradangan tersebut terhadap beberapa penyakit seperti terjadinya kanker, peradangan pada usus buntu, bahkan dengan kejadian diare. Selain itu, yang sering kali dihubungkan dengan polusi udara adalah pengaruh polusi udara terhadap kekambuhan inflammatory bowel disease (IBD) atau yang biasa disebut penyakit radang usus.
Polusi udara dapat mencederai atau bahkan dapat merusak sel-sel epitel yaitu sel yang terdapat pada permukaan saluran cerna. Kerusakan terjadi melalui respon peradangan terhadap senyawa asing yang masuk kedalam saluran cerna, secara langsung atau melalui kontaminasi dari makanan dan minuman. Hal ini akan semakin memperparah kondisi pasien yang berhubungan dengan peradangan seperti IBD. Polusi udara juga akan merangsang proses peradangan dan respon pertahanan tubuh yang berdampak pada peningkatan kekambuhan atau perburukan gejala pada pasien dengan gangguan autoimun.
Pada beberapa studi, diketahui adanya peningkatan kejadian usus buntu pada populasi yang terpapar polusi udara. Hal ini sering kali terjadi pada musim panas ketika banyak orang melakukan aktivitas diluar rumah. Mekanisme terjadinya memang belum diketahui secara pasti, namun hal ini dicurigai disebabkan oleh terjadinya peningkatan senyawa yang mengakibatkan peradangan di dalam tubuh akibat paparan polusi udara dan penurunan daya tahan tubuh seseorang sehingga meningkatkan risiko infeksi, salah satunya usus buntu.
Selain respon peradangan tersebut, bakteri di dalam saluran cerna terutama bakteri baik (probiotik) juga terganggu oleh kontaminasi polusi udara. Keadaan tersebut dapat menimbulkan gangguan pada saluran cerna dan dapat mengganggu keseimbangan pada saluran cerna.
Paparan polusi udara juga meningkatkan risiko perdarahan pada saluran cerna bagian atas terutama pada pasien yang sudah memiliki riwayat tukak (luka) pada saluran cerna sebelumnya. Keadaan ini bukan keadaan yang dapat disepelekan karena dapat membahayakan nyawa penderitanya. Hubungan dampak kejadian perdarahan saluran cerna terhadap polusi udara sudah diketahui sejak tahun 1800-an dimana di era industri pada saat itu banyak orang yang berpindah dari desa ke kota terutama didekat pabrik-pabrik. Keadaan ini diiringi dengan peningkatan kasus perdarahan pada saluran cerna. Walaupun belum banyak studi yang membahas secara mendalam dikarenakan banyak faktor perancu terjadinya perdarahan pada saluran cerna seperti konsumsi obat nyeri yang menahun dan infeksi bakteri Helicobacter pylori, namun diyakini kandungan nitrit oksida dari polusi udara memiliki hubungan terhadap terjadinya perdarahan pada saluran cerna.
Beberapa studi juga menghubungkan antara nyeri pada perut dengan lokasi yang tidak spesifik dengan pengaruh peningkatan polusi udara. Hal ini diduga akibat adanya peningkatan pergerakan otot-otot saluran pencernaan terutama lambung. Pergerakan usus yang terlalu cepat sering menimbulkan gejala berupa buang air besar cair. Hal ini disebabkan oleh waktu transit cairan di dalam saluran cerna yang menjadi singkat sehingga waktu penyerapan cairan berkurang dan berakhir keluar pada saat buang air besar. Pergerakan otot yang terlalu cepat juga sering kali menimbulkan nyeri keram akibat pergerakan otot usus yang terlalu cepat. Keadaan tersebut dihubungkan dengan senyawa polusi udara seperti nitrit oksida, karbon monoksida, dan beragam senyawa berbahaya lainnya.
.
Bagaiman cara mencegah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh polusi udara?
Penurunan kadar polusi udara dapat dilakukan dengan beragam cara dan peran pemerintah sangat besar dalam hal ini. Sebagai contoh adalah pengendalian polusi udara di Cina jelang Olimpiade yang berdampak pada penurunan angka kejadian asma selama berlangsungnya acara. Beberapa negara dengan tingkat polusi udara yang tinggi menerapkan kebijakan menggunakan bahan bakar kendaraan yang ramah terhadap lingkungan. Selain itu penting untuk meningkatkan jumlah hutan kota dan tanaman hijau di atap gedung tinggi.
Penggunaan masker juga dapat digunakan untuk melindungi diri dari polusi udara. Masker yang sering beredar di pasaran seperti masker bedah, tidak disarankan dipakai untuk melindungi diri dari pencemaran udara. Masker yang dapat dipakai untuk melindungi diri dari polusi udara adalah masker jenis N95 dan N99. Masker N95 berarti masker yang memiliki kemampuan untuk menyaring setidaknya 95% partikel udara berukuran lebih dari 0.3 micron. Sedangkan masker N99 berarti masker yang memiliki kemampuan untuk menyaring setidaknya 99% partikel udara berukuran lebih dari 0.3 micron.
Hal-hal ini diharapkan dapat mengendalikan polusi udara sehingga gangguan saluran cerna serta beberapa penyakit lain yang berhubungan dengan polusi udara dapat dikendalikan.
.
Referensi
Beamish LA, Osornio-Vargas AR, Wine E. Air pollution: An environmental factor contributing to intestinal disease. Journal of Crohn’s and Colitis. 2011 Aug 1;5(4):279-86.
Kaplan GG, Dixon E, Panaccione R, Fong A, Chen L, Szyszkowicz M, Wheeler A, MacLean A, Buie WD, Leung T, Heitman SJ. Effect of ambient air pollution on the incidence of appendicitis. Cmaj. 2009 Oct 27;181(9):591-7.
Kaplan GG. Does breathing polluted air increase the risk of upper gastrointestinal bleeding from peptic ulcer disease?. The Lancet Planetary Health. 2017 May 1;1(2):e54-5.
Kaplan GG, Szyszkowicz M, Fichna J, Rowe BH, Porada E, Vincent R, Madsen K, Ghosh S, Storr M. Non-specific abdominal pain and air pollution: a novel association. PloS one. 2012 Oct 31;7(10):e47669.
Marynowski M, Likońska A, Zatorski H, Fichna J. Role of environmental pollution in irritable bowel syndrome. World Journal of Gastroenterology: WJG. 2015 Oct 28;21(40):11371.
Sierra Vergas MP, Teran LM. Air pollution: impact and prevention. Respirology. 2012 Oct;17(7):1031-8.
Leave a Reply