Kemoterapi adalah perawatan obat yang menggunakan bahan kimia kuat untuk membunuh sel-sel tidak normal yang tumbuh dengan cepat di tubuh. Kemoterapi paling sering digunakan untuk mengobati kanker, karena sel kanker tumbuh dan berkembang biak jauh lebih cepat daripada kebanyakan sel normal dalam tubuh. Meskipun kemoterapi adalah cara yang efektif untuk mengobati banyak jenis kanker dan penggunaannya telah meningkat secara keseluruhan, namun efek sampingnya terhadap saluran pencernaan menjadi rintangan yang signifikan yang dapat memengaruhi hasil klinis dan kualitas pasien. Efek samping pada saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, sembelit, dan diare adalah dapat berefek pada rencana tatalaksana dan kemoterapi berikutnya.
.
Mengapa pada pasien kemoterapi dapat terjadi konstipasi?
Ada beberapa kemungkinan penyebab sembelit (konstipasi) bagi pasien kemoterapi. Untuk memahami apa saja yang dapat menyebabkan konstipasi, maka ada baiknya untuk kita mengetahui cara kerja usus besar. Makanan yang telah dicerna lambung dan usus halus akan masuk ke usus besar untuk dilakukan penyerapan air dan nutrisi yang tersisa pada makanan. Hasil dari sisa makanan tersebut nantinya akan menjadi tinja yang akan dikeluarkan melalui anus. Gerakan peristaltis atau meremas pada dinding usus besar akan menggerakkan tinja untuk menuju rektum tempat penampungan tinja sementara. Ketika rektum telah penuh, tekanan di dalam reltum akan terus meningkat dan menyebabkan rangsangan untuk buang air besar. Otot-otot di sekitar rektum yang dipengaruhi oleh sistem saraf sekitarnya juga akan membuat suatu rangsangan untuk mengeluarkan tinja keluar tubuh melewati anus.
Obat kemoterapi menyebakan gangguan pergerakan usus
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan keluhan konstipasi karena pengaruh obat tersebut terhadap kerja saraf di usus besar sementara waktu, mengakibatkan gangguan pada pergerakan usus besar. Akibatnya, pergerakan sisa makanan yang ada di usus besar akan lambat dan munculah konstipasi. Pada pasien kanker, dokter biasanya juga memberikan obat pereda nyeri seperti golongan opioid yang juga berpotensi menyebabkan konstipasi. Opioid diketahui dapat menghambat pengosongan lambung dan gerakan peristaltik di saluran cerna yang mengakibatkan keterlambatan penyerapan makanan dan peningkatan penyerapan cairan. Akibatnya, akan terjadi pengerasan tinja dan keluhan konstipasi.
Perubahan pola makan dan gaya hidup
Selain itu, pasien yang menjalani kemoterapi ternyata cenderung mengalami perubahan pola makan dan gaya hidup yang secara tidak langsung memiliki andil pada konstipasi yang diderita, seperti rendahnya asupan serat dan cairan karena efek mual dan tidak selera makan akibat obat kemoterapi dan kurangnya aktivitas tubuh karena banyak berbaring.
.
Baca juga: Pengaruh Kondisi Psikologis Terhadap Saluran Cerna
Pengaruh kadar serotonin
Pada pasien kemoterapi juga berpotensi timbul kecemasan dan depresi. Kondisi ini terkadang dapat menyebabkan konstipasi semakin berat. Ilmuwan menyebutkan perut adalah otak kedua kita. Serotonin adalah zat kimia yang bertugas untuk membawa pesan antarsel saraf yang mengatur perkembangan sistem saraf pusat di otak dan sistem saraf di saluran cerna. Kadar serotonin dapat memengaruhi suasana hati, mood, serta memengaruhi pergerakan saluran cerna kita. Pasien depresi dikatakan memiliki tingkat serotonin yang lebih rendah di dalam tubuh. Pada percobaan dengan hewan, didapatkan bahwa penurunan kadar serotonin dalam usus dapat menyebabkan kondisi konstipasi. Sehingga dapat ditemukan kaitannya bahwa saat Anda depresi saraf pada saluran cerna menjadi tidak aktif seperti biasanya dan memengaruhi gerakan peristaltik pada usus menjadi lebih lambat.
.
Leave a Reply