Mengenal Berbagai Jenis Konstipasi atau Sembelit yang Bisa Terjadi

Sumber gambar: freepik.com

Penulis: dr. Virly Nanda Muzellina, SpPD, K-GEH
Divisi Gastroenterologi, Pankreatobilier dan Endoskopi Saluran Cerna, KSM/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

 

Konstipasi adalah kondisi medis yang ditandai oleh kesulitan dalam buang air besar, biasanya ditandai dengan frekuensi buang air besar berkurang dari frekuensi biasanya. Gejala lain yang sering menyertai termasuk kotoran yang keras atau kering, disertai dengan rasa sakit saat mengejan untuk buang air besar, serta perasaan tidak tuntas setelah buang air besar. Banyak faktor yang dapat menyebabkan konstipasi, termasuk pola makan yang rendah serat, kurangnya aktivitas fisik, dehidrasi, serta beberapa kondisi medis tertentu dan penggunaan obat-obatan tertentu.

  1. Konstipasi Fungsional

    Konstipasi fungsional adalah jenis konstipasi yang paling sering terjadi. Konstipasi ini muncul tanpa adanya kelainan anatomis tubuh atau penyakit spesifik sebelumnya. Kondisi ini umumnya diakibatkan oleh pola makan yang kurang baik seperti akibat rendahnya serat yang dikonsumsi dan pola makan tidak teratur. Selain itu gaya hidup tidak sehat seperti kurangnya konsumsi air putih, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menahan buang air besar juga dapat menjadi penyebab terjadinya konstipasi. Pasien dengan konstipasi fungsional seringkali mengeluhkan kesulitan saat buang air besar hingga perlu mengejan setiap buang air besar, hingga perasaan buang air besar tidak tuntas

  2. Konstipasi Obstruktif

    Konstipasi obstruktif terjadi ketika terdapat sumbatan karena kelainan anatomis pada saluran pencernaan, seperti adanya massa pada usus, adanya perlengketan, atau adanya penyempitan pada bagian tertentu di saluran pencernaan.  Kondisi ini dapat menyebabkan rasa nyeri saat buang air besar disertai dengan jumlah kotoran yang berkurang dibandingkan dengan biasanya. Selain itu pasien juga dapat mengeluhkan rasa tidak lampias saat buang air besar. Pasien dengan konstipasi obstruktif perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memvisualisasi secara langsung kelainan anatomis apa yang terdapat pada saluran cerna dengan pemeriksaan seperti kolonoskopi atau pencitraan radiologis untuk mengetahui penyebab pasti gangguan yang terjadi, serta memastikan tidak adanya kelainan yang memerlukan tindakan pembedahan.

  3. Konstipasi Kronis

    Konstipasi kronis terjadi apabila seseorang mengalami kesulitan buang air besar dalam periode waktu yang lama. Penyebabnya dapat bervariasi, mulai dari gangguan motilitas usus, gangguan saraf pencernaan, hingga gangguan neurologis seperti gangguan saraf belakang atau gangguan penyakit degeneratif, atau penyakit seperti Parkinson. Tatalaksana konstipasi kronis umumnya lebih sulit karena membutuhkan pendekatan yang holistik dan komprehensif, termasuk perubahan pola makan, terapi obat-obatan, dan terapi rehabilitatif.

  4. Konstipasi Akibat Ketidakseimbangan Elektrolit atau Efek Obat

    Gangguan keseimbangan elektrolit, seperti hipokalemia atau hiperkalsemia, dapat mengganggu pergerakan usus dan menyebabkan konstipasi. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi obat diuretik atau pada pasien yang mengalami dehidrasi berat. Selain itu, beberapa jenis obat dapat menyebabkan konstipasi sebagai efek samping, seperti obat-obat golongan opioid, antikolinergik, dan antidepresan trisiklik. Pengobatan dengan cara mengganti terapi obat dapat dilakukan jika memungkinkan. Atau dapat juga dilakukan dengan penambahan obat pencahar (laksatif) untuk meringankan gejala konstipasi.

  5. Konstipasi pada Kehamilan

    Konstipasi sering juga terjadi pada wanita hamil, terutama pada kehamilan trimester kedua dan ketiga. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan hormon progesteron yang memberikan efek penurunan gerakan usus. Selain itu, adanya tekanan rahim yang membesar pada usus juga membuat pergerakan usus menjadi lebih menurun dibandingkan biasanya. Manajemen konstipasi pada kehamilan peningkatan aktivitas fisik, serta penggunaan obat-obatan laksatif yang aman untuk ibu hamil.

  6. Konstipasi Sekunder Akibat Penyakit Sistemik

    Beberapa penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipotiroidisme juga dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh adanya gangguan pada saraf yang mengatur motilitas usus. Manajemen terapi untuk penyakit primer pada kasus kasus tersebut menjadi tata laksana utama untuk mengatasi konstipasi sebagai efek samping.


Referensi:

  1. O’Donnell MT, Haviland SM. Functional Constipation and Obstructed Defecation. Surg Clin North Am. 2024 Jun;104(3):565-578. doi: 10.1016/j.suc.2023.11.007. Epub 2023 Dec 14. PMID: 38677821.
  2. Abdu Seid M, Diress M, Mohammed A, Sinamaw D. Chronic constipation and its associated factors in patients with type-2 diabetes: A multicenter cross-sectional study. Diabetes Res Clin Pract. 2023 Oct;204:110905. doi: 10.1016/j.diabres.2023.110905. Epub 2023 Sep 25. PMID: 37757985.
  3. Black CJ, Ford AC. Chronic idiopathic constipation in adults: epidemiology, pathophysiology, diagnosis and clinical management. Med J Aust. 2018 Jul 16;209(2):86-91. doi: 10.5694/mja18.00241. PMID: 29996755.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*