Apa itu Ulkus Duodenum dan Bagaimana Penanganannya?

Sumber gambar: freepik.com

Penulis: dr. Saskia Aziza Nursyirwan, SpPD, K-GEH, SpPD, K-GEH
Divisi Gastroenterologi, Pankreatobilier dan Endoskopi Saluran Cerna, KSM/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
.

Apa itu ulkus duodenum?

Ulkus duodenum, atau sering disebut juga sebagai ulkus peptikum adalah suatu kondisi terbentuknya luka pada lapisan mukosa pada bagian atas usus dua belas jari, yaitu di segmen usus yang dinamakan duodenum. Adanya luka pada lapisan mukosa tersebut dapat menyebabkan terjadinya berbagai gejala pencernaan seperti nyeri perut, mual, muntah, serta penurunan nafsu makan, dan dalam kasus yang berat hingga menyebabkan malnutrisi.

Apa penyebabnya?

Ulkus duodenum dapat disebabkan oleh beberapa faktor penyebab. Salah satu penyebab yang paling umum ditemukan adalah karena adanya infeksi bakteri Helicobacter pylori. Bakteri ini bekerja dengan cara merusak lapisan pelindung mukosa di duodenum. Akibatnya, hal ini akan menyebabkan asam lambung untuk merusak lapisan pelindung mukosa tersebut hingga mukosa lambung itu sendiri.

Selain karena infeksi bakteri, ada beberapa faktor lain yang dapat memicu terjadinya ulkus duodenum, antara lain gaya hidup yang tidak sehat termasuk konsumsi alkohol berlebihan, kebiasaan memakan makanan yang tidak sehat, pola makan tidak teratur, penggunaan obat anti nyeri seperti golongan antiinflamasi nonsteroid (NSAID) jangka panjang, serta stress psikologis.

Gejala apa yang dapat ditimbulkan?

Salah satu gejala utama ulkus duodenum yang umumnya pertama dialami oleh penderitanya adalah nyeri perut yang dirasa sangat hebat. Nyeri biasanya dirasakan pada daerah epigastrium, yaitu bagian tengah atas perut. Karakteristik dari nyeri ini sering kali bersifat tajam, tidak menjalar, dan dengan skala nyeri yang tinggi. Nyeri dapat muncul setelah makan ataupun saat kondisi perut kosong. Gejala lain yang dapat dialami antara lain mual, muntah, perut terasa tidak nyaman, serta perut terasa begah.

Pada kondisi kronis, ulkus duodenum dapat menyebabkan kekurangan nutrisi hingga penurunan berat badan karena terjadinya gangguan pada intake makanan dan cairan yang disebabkan oleh turunnya daya penyerapan dinding mukosa saluran usus yang telah rusak. Selain itu, pada kondisi ulkus duodenum yang cukup berat dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas yang dimana hal tersebut dapat bermanifestasi sebagai gejala muntah berwarna kehitaman (hematemesis) atau perdarahan pada saluran cerna bawah yang dapat bermanifestasi sebagai buang air besar berwarna kehitaman (melena).

Bagaimana cara untuk mendiagnosisnya?

Pemeriksaan diagnostik standar dalam penegakkan ulkus duodenum adalah melalui pemeriksaan endoskopi, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan teropong yang dimasukkan ke dalam saluran cerna dan dilakukan melalui esofagus (kerongkongan). Melalui pemeriksaan tersebut akan dilakukan evaluasi untuk melihat secara langsung lapisan dalam duodenum dan jika diperlukan dilakukan pengambilan sampel jaringan (biopsi) untuk diperiksakan secara histopatologi.

Selain itu beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menunjang penegakkan diagnosa ulkus duodenum serta etiologi nya antara lain seperti pemerikaan laboratorium darah, urea breathing test, dan tes tinja yang bertujuan untuk mendeteksi infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Pengobatan apa yang bisa dilakukan?

Tujuan utama dari pengobatan ulkus duodenum adalah untuk mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan luka, dan mengurangi munculnya gejala pencernaan yang muncul sehari-hari. Pengobatan untuk mengurangi gejala tersebut dapat melibatkan penggunaan obat-obatan pelindung lambung seperti antasida, obat antagonis reseptor H2 (ranitidin), dan obat penghambat pompa proton (omeprazole) untuk mengurangi produksi asam lambung. Selain itu, pemberian antibiotik merupakan  pengobatan definitif yang dapat diberikan jika penyebab ulkus duodenum terjadi karena infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Selain dengan pengobatan secara medis, perubahan gaya hidup seperti menghindari alkohol, merokok, menjaga pola makan yang sehat dan mengurangi konsumsi makanan yang terlalu pedas, serta manajemen pengelolaan stres yang baik dapat membantu mengurangi risiko kambuhnya ulkus duodenum.


Referensi

Glick SN. Duodenal ulcer. Radiol Clin North Am. 1994 Nov;32(6):1259-74. PMID: 7972712

Misciagna G, Cisternino AM, Freudenheim J. Diet and duodenal ulcer. Dig Liver Dis. 2000 Aug-Sep;32(6):468-72. doi: 10.1016/s1590-8658(00)80002-x. PMID: 11057920

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*