Inilah Bahayanya Jika Sering Menahan Sendawa, Buang Angin, dan BAB!

Sumber gambar: freepik.com

Penulis: dr. Amanda Pitarini Utari, SpPD, K-GEH
Divisi Gastroenterologi, Pankreatobilier dan Endoskopi Saluran Cerna, KSM/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
.

Sendawa dan buang angin merupakan proses tubuh yang normal untuk mengeluarkan udara yang berlebihan pada saluran cerna. Sendawa terjadi akibat akumulasi udara di lambung yang menyebabkan peningkatan volume. Peningkatan volume lambung ini merangsang refleks terjadinya relaksasi pada katup bawah antara kerongkongan dan lambung sehingga udara terdorong dari lambung ke mulut melalui kerongkongan. Begitu pula dengan buang angin merupakan proses biologis untuk melepaskan gas berlebihan di saluran cerna yang bergerak dalam usus besar kemudian terkumpul di rektum. Volume yang semakin lama semakin besar tersebut akan memicu otot yang melekat pada bagian dinding anus untuk relaksasi dan memungkinkan pelepasan gas melalui anus.

Gas yang terdapat pada saluran cerna biasanya berasal dari dua sumber. Yang pertama berasal dari udara yang tertelan, dimana udara tersebut bisa masuk ke saluran cerna akibat makan sambil berbicara, makan terburu-buru, mengunyah permen karet, minum menggunakan sedotan, dan merokok. Yang kedua adalah gas hasil kerja bakteri usus dalam memproses dan melakukan fermentasi pada makanan. Jenis makanan yang dapat meningkatkan gas dalam saluran cerna antara lain makanan yang tinggi lemak dan gula, makanan asam, berserat tinggi, serta minuman berkarbonasi.

Apakah menahan sendawa, buang angin, dan buang air besar dapat berbahaya bagi kesehatan saluran cerna kita?

Saat perut kita terasa sangat penuh dan ada dorongan ingin sendawa dan buang angin, tak jarang kita menahannya karena malu dan takut orang disekitar merasa tidak nyaman. Tidak hanya menahan sendawa dan buang angin, tidak jarang kita juga sering menahan buang air besar dengan alasan malas ke kamar mandi, sedang sibuk beraktivitas, apalagi jika sedang berada di tempat umum. Apakah menundanya dapat berbahaya?.

  1. Ketidaknyamanan di perut
    Meskipun penelitian tentang bahaya menahan sendawa dan buang angin terbatas, beberapa penelitian menunjukkan bahwa menahan sendawa dan buang angin dalam jangka pendek dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut, seperti nyeri ulu hati, perut terasa penuh, kembung, tidak nafsu makan, bahkan menimbulkan kecemasan.
    .
  2. Terbentuknya kantong di lapisan saluran cerna
    Terdapat suatu teori yang mengatakan bahwa kebiasaan menahan udara di dalam saluran cerna dikaitkan dengan pembentukan kantong-kantong atau gelembung di sepanjang lapisan saluran cerna yang disebut dengan divertikulosis. Pada penelitian tidak ditemukan hubungan yang jelas antara menahan sendawa dan buang angin dengan divertikulosis. Namun, peningkatan tekanan perut dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbulnya divertikulosis yang nantinya dapat menimbulkan masalah kesehatan lain yang lebih serius.
    .
  3. Memperparah gejala GERD
    Selain itu, penumpukan gas lambung akibat menahan sendawa dapat menyebabkan gejala orang yang memiliki penyakit refluks asam lambung atau GERD menjadi lebih parah karena orang dengan GERD cenderung “menelan udara” lebih banyak sehingga menyebabkan lambungnya semakin terasa penuh.
    .
  4. Sembelit atau konstipasi
    Kita tidak menyadari bahwa kebiasaan menahan buang air besar akan mendatangkan masalah kesehatan. Saat kita menahan buang air besar, terjadi peningkatan penyerapan air dari tinja yang belum dikeluarkan di usus besar sehingga dalam waktu tertentu hal ini akan menyebabkan tinja menjadi semakin keras dan sulit dikeluarkan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya konstipasi atau biasa kita kenal dengan sembelit.

Sendawa dan buang angin di tempat umum memang membuat kita dan orang di sekitar merasa tidak nyaman. Tetapi menahan-nahan sendawa dan buang angin juga bukan hal yang dianjurkan. Anda dapat pergi ke toilet atau ke tempat yang sepi untuk mengeluarkannya. Sebab, menahan buang angin hanya akan membuat perut Anda terasa penuh, tidak nyaman, dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Begitu pula dengan menahan buang air besar. Menahan buang air besar memiliki banyak dampak negatif yang nantinya akan berdampak pada kesehatan saluran cerna kita.

Untuk menghindari produksi gas yang berlebih dalam saluran cerna, terdapat beberapa makanan dan minuman yang sebaiknya dihindari, antara lain minuman soda atau berkarbonasi, makanan dan minuman dengan tambahan gula alkohol seperti sorbitol, mannitol, xylitol, serta makanan dengan kadar FODMAP (fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyol) yang tinggi secara berlebihan seperti bawang putih, bawang bombay, brokoli, jamur, susu sapi dan keju. Makanan berserat sebenarnya sangat baik untuk menjaga kesehatan saluran cerna dan mencegah terjadinya sembelit. Namun, perlu diingat bahwa konsumsi serat secara berlebihan melebihi kebutuhan sehari-hari ternyata dapat menjadi pemicu terjadinya produksi gas berlebih di saluran cerna dan malah membuat perut terasa tidak nyaman.

Tidak hanya makanan dan minuman, beberapa obat-obatan tertentu juga bisa memberikan efek samping penumpukan gas pada saluran cerna, seperti obat anti-nyeri golongan NSAID (ibuprofen, naproxen), obat antinyeri golongan opioid (codein), steroid, obat antidepresan, dan antibiotik. Konsultasikan diri Anda kepada dokter, jika mengalami ketidaknyamanan pada perut saat mengonsumsi obat-obatan tersebut.


Referensi

Berk RN. Radiographic evaluation of spastic colon disease, diverticulosis, and diverticulitis. Gastrointest Endosc. 1980 May;26(2 Suppl):26S-30S. doi: 10.1016/s0016-5107(80)73335-7. PMID: 7390119.

Bredenoord AJ. Management of belching, hiccups, and aerophagia. Clin Gastroenterol Hepatol. 2013 Jan;11(1):6-12. doi: 10.1016/j.cgh.2012.09.006. Epub 2012 Sep 13. PMID: 22982101.

Hussain ZH, Whitehead DA, Lacy BE. Fecal impaction. Curr Gastroenterol Rep. 2014 Sep;16(9):404. doi: 10.1007/s11894-014-0404-2. PMID: 25119877.

Sun X, Ke M, Wang Z. Clinical features and pathophysiology of belching disordersInt J Clin Exp Med. 2015;8(11):21906-21914. Published 2015 Nov 15.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*