Mengenal Esophagogastroduodenoscopy (EGD) yang Perlu Kamu Ketahui

Sumber gambar: Dokumentasi asli tindakan EGD di Pusat Endoskopi Saluran Cerna, RSCM

Penulis: dr. Amanda Pitarini Utari, SpPD, K-GEH
Divisi Gastroenterologi, Pankreatobilier dan Endoskopi Saluran Cerna, KSM/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta – Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

 

Esophagogastroduodenoscopy (EGD) adalah prosedur diagnostik medis yang dilakukan untuk memeriksa struktur anatomi bagian dalam saluran pencernaan bagian atas, yang mencakup kerongkongan, lambung, dan usus dua belas jari (duodenum). Prosedur pemeriksaan EGD ini umumnya dilakukan oleh seorang dokter internis endoskopis atau gastroenterologi dengan menggunakan instrumen kamera fleksibel yang disebut endoskop untuk melihat secara jelas kondisi dan kelainan pada anatomi saluran pencernaan bagian atas. Esophagogastroduodenoscopy (EGD) umumnya digunakan sebagai pemeriksaan utama untuk penegakkan diagnosis permasalahan pencernaan seperti peradangan lambung (gastritis), tukak lambung, dan penyakit refluks gastroesofageal (GERD).

Indikasi

Esophagogastroduodenoscopy (EGD) dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab gejala pencernaan yang muncul pada seseorang, seperti nyeri perut berulang, mual dan muntah berulang, diare, atau perdarahan dari saluran pencernaan. Untuk mencari penyebab gejala tersebut, selain dari wawancara medis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan struktur anatomis saluran cerna melalui endoskopi merupakan salah satu standar diagnostik utama yang dilakukan. Prosedur EGD ini juga dapat digunakan untuk mengambil sampel jaringan (biopsi) untuk pemeriksaan lebih lanjut yang membutuhkan sampel jaringan. EGD juga dapat dilakukan atas indikasi untuk menghilangkan polip pada saluran pencernaan atas atau pada jaringan yang terinfeksi.

Persiapan

Dalam persiapan sebelum tindakan, pasien akan diberikan instruksi khusus dalam persiapan pre-operatif, terrmasuk panduan diet khusus sebelum prosedur. Umumnya pasien akan diberikan diet cair untuk menggantikan makanan padat sebagai bagian dari persiapan sebelum tindakan. Kemudian pasien akan diminta untuk puasa total selama sekitar 6 jam sebelum tindakan untuk memastikan kondisi lambung kosong saat dilakukan prosedur EGD. Pasien juga akan diwawancara oleh dokter spesialis anestesiologi sebelumnya untuk persiapan pre-operatif karena pada umumnya akan dilakukan pembiusan sebelum prosedur EGD dilakukan.

Prosedur

Selama prosedur pemeriksa EGD, pasien diminta untuk berada dalam posisi tertentu dan diberikan sedasi atau bius ringan agar membuat pasien tidak merasakan nyeri atau tidak nyaman saat dilakukan prosedur EGD. Setelahnya, endoskop dimasukkan melalui mulut pasien dan secara perlahan diteruskan melalui kerongkongan, lalu ke lambung sambil dilakukan observasi pada struktur anatomis saluran pencernaan bagian atas. Gambar-gambar dari endoskop ditampilkan pada layar monitor, yang memungkinkan dokter pemeriksa untuk melihat dengan jelas struktur anatomi dalam saluran pencernaan.

Selain untuk memeriksa struktur anatomis, jika ada jaringan yang perlu diambil untuk pemeriksaan secara patologi anatomi, dokter pemeriksa juga dapat melakukan pengambilan sampel (biopsi) pada jaringan yang dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis yang adekuat. Selain itu, prosedur EGD juga dapat dilakukan untuk pengambilan jaringan patologis yang dapat mengganggu saluran pencernaan seperti polip pada saluran pencernaan.

Pasca Tindakan

Setelah prosedur EGD selesai dilakukan, pasien mungkin merasakan sedikit ketidaknyamanan di bagian kerongkongan saat menelan dan dapat juga muncul gejala pencernaan seperti mual. Pasien juga mungkin dapat merasa sedikit lebih mengantuk dari biasanya karena efek dari pembiusan yang dilakukan. Namun, pada umumnya pasien dapat kembali ke beraktivitas normal seperti biasanya dalam kurun waktu beberapa jam setelah prosedur EGD selesai dilakukan.

Meskipun EGD umumnya dianggap sebagai prosedur diagnostik yang aman untuk dilakukan, namun ada risiko yang dapat terjadi setelah tindakan seperti perdarahan, infeksi, maupun efek samping yang terjadi karena pembiusan. Walaupun begitu risiko ini jarang terjadi dan merupakan risiko yang dapat ditangani pasca tindakan.


Referensi

  1. Guilford WG. Upper gastrointestinal endoscopy. Vet Clin North Am Small Anim Pract. 1990 Sep;20(5):1209-27. doi: 10.1016/s0195-5616(90)50301-0. PMID: 2238368.
  2. Bredenoord AJ, de Wit NJ. Wel of geen gastroscopie? [Who should undergo upper endoscopy?]. Ned Tijdschr Geneeskd. 2021 Nov 25;165:D6179. Dutch. PMID: 35138724.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*