Pernahkah Anda mendengar istilah autoimun? Istilah tersebut terdiri dari dua kata, auto dan imun yang berarti sistem imunitas atau kekebalan tubuh yang bereaksi dan menyerang dirinya sendiri. Kejadian penyakit autoimun diyakini meningkat secara signifikan semenjak perang dunia kedua karena dikaitkan dengan meningkatnya produksi dan penggunaan bahan kimia dalam negara industri dan negara agraris, diiringi pula oleh kemudahan akses berpergian dari satu tempat ke tempat yang lain memudahkan penyebaran kuman (patogen) di seluruh belahan dunia. Penyakit autoimun seringkali dihubungkan dengan faktor genetik, infeksi, maupun paparan lingkungan.
Penyakit autoimun ini amatlah luas dan beragam sehingga banyak cabang ilmu kedokteran memiliki kelompok atau divisi khusus yang memfokuskan ilmu mereka pada bidang imunologi sesuai dengan keahlian dan kompetensi masing-masing. Penyakit autoimun dapat menyerang berbagai organ tubuh seperti pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau spesifik pada organ tertentu seperti Tiroiditis Hashimoto. Meskipun penyakit autoimun yang menyerang organ spesifik terkesan lebih ringan, kenyataannya efek dari penyakit tersebut tetap dapat berpengaruh terhadap keseluruhan sistem tubuh. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih memahami mengenai penyakit autoimun. Pada artikel ini kita akan membahas secara ringkas penyakit autoimun yang dapat menyerang saluran cerna manusia.
.
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE (IBD)
Inflammatory bowel disease atau penyakit radang usus. Sesuai dengan namanya, penyakit autoimun ini berupa peradangan yang terjadi pada usus manusia. IBD terbagi atas 2 kategori, yaitu Crohn’s disease dan kolitis ulseratif. Berdasarkan data epidemiologi, IBD paling sering ditemukan pada penderita berusia 15 – 25 tahun dengan 25 – 30% diantaranya merupakan Crohn’s disease dan 20% diantaranya berupa kolitis ulseratif. Gejala dari IBD yang dikeluhkan para penderita diantaranya diare, sembelit, nyeri perut, adanya lendir atau darah pada tinja, keram perut, dan keluhan pada saluran cerna lainnya. Berikutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai Crohn’s disease dan kolitis ulseratif.
.
CROHN’S DISEASE
Crohn’s disease adalah peradangan yang terjadi pada lapisan dinding saluran cerna, bisa dimulai dari mulut hingga anus namun lebih sering terjadi pada bagian usus. Pada pemeriksaan endoskopi akan ditemukan kerusakan lapisan saluran cerna yang berselang-seling dengan jaringan sehat atau disebut dengan skip lesion. Keluhan yang ditimbulkan pada penyakit ini umumnya berupa diare berulang, nyeri perut, kadang dapat disertai dengan demam, perdarahan pada anus, hingga penurunan berat badan. Gejala penyakit ini bisa hilang dan timbul. Ada kalanya penderita sedang tidak memiliki keluhan saluran cerna dalam jangka waktu tertentu, maka saat itu ia berada pada periode remisi. Ketika gejala tersebut timbul kembali setelah periode remisi, maka penderita sedang memasuki periode kambuh atau flare up. Hingga saat ini, penyebab pasti Crohn’s disease masih belum diketahui. Beberapa penelitian menyebutkan terdapat beberapa faktor penyebab yang mungkin berhubungan pada timbulnya penyakit ini, seperti faktor genetik, sistem imun, infeksi, dan lingkungan. Pilihan diet yang tidak sehat dan rokok dapat memperberat timbulnya keluhan penyakit ini.
.
Baca juga: Ketahui tentang Inflammatory Bowel Disease (IBD), Penyakit Autoimun di Usus
.
KOLITIS ULSERATIF
Berbeda dengan Crohn’s disease, kolitis ulseratif adalah peradangan yang terjadi pada lapisan usus besar dan rektum. Umumnya gejala yang ditimbulkan oleh Crohn’s disease maupun kolitis ulseratif sama. Gejala yang dapat membedakan pada kedua penyakit tersebut adalah pada kolitis ulseratif lebih sering ditemukan keluhan darah dan lendir pada tinja, sedangkan pada Crohn’s disease ditemukan keluhan nyeri perut yang lebih dominan dengan gejala sistemik penyerta atau gejala yang lebih luas. Pemeriksaan endoskopi akan menegakkan diagnosis dimana pada kolitis ulseratif akan ditemukan peradangan atau kerusakan dinding usus besar hingga rektum. Terapi pada IBD baik Crohn’s disease maupun kolitis ulseratif bertujuan untuk mengurangi proses peradangan, mencegah kekambuhan, dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Terapi yang diberikan dapat berupa obat-obatan hingga pembedahan tergantung dari proses penyakit yang telah terjadi.
Leave a Reply