Diare Lebih dari Dua Minggu? Inilah yang Perlu Diperhatikan

Sumber gambar: id.wikihow.com

Diare merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar cair sebanyak lebih dari tiga kali atau kandungan cairan pada saat buang air besar melebihi 200 ml. Pada artikel sebelumnya sudah dibahas mengenai diare yang bersifat akut dimana periode terjadinya diare selama kurang dari 14 hari. Pada artikel ini akan dibahas mengenai diare yang bersifat kronik.

,

Apa yang dimaksud dengan diare yang bersifat kronik?

Diare kronik merupakan suatu keadaan dimana periode diare berlangsung selama lebih dari empat belas hari.  Diare kronik merupakan suatu kumpulan gejala dengan beragam penyebab permasalahan yang cukup kompleks.

Penyebab diare sangatlah beragam dan terkadang bukan hanya permasalahan di usus tetapi dapat disebabkan permasalahan pada kelenjar tiroid, pankreas, infeksi oleh bakteri dan virus, serta keganasan. Diperkirakan kondisi ini terjadi pada 5% dari populasi dengan 10 – 15% dari diare kronik tidak diketahui penyebabnya.

Beberapa penyebab diare kronik diantaranya adalah:

  1. Diare osmotik, yaitu peningkatan osmotik pada rongga usus, sehingga tertariknya cairan ke rongga usus.
  2. Diare sekretorik, yaitu terjadinya gangguan pada lapisan usus sehingga terjadi peningkatan pengeluaran cairan pada rongga usus.
  3. Gangguan perpindahan elektrolit pada lapisan rongga usus, sehingga terjadi gangguan perpindahan cairan.
  4. Peningkatan kecepatan gerak usus, sehingga penyerapan cairan terganggu dan kelebihan cairan akan keluar melalui diare.
  5. Gangguan penyerapan asam empedu dan lemak.
  6. Gangguan permeabilitas usus.
  7. Peradangan pada rongga usus, sehingga meningkatkan pengeluaran cairan, elektrolit, dan lendir.

,

Apa saja yang perlu dicermati oleh pasien dan dokter bila mengalami diare kronik?

Diare yang bersifat kronik penting untuk diamati waktu terjadinya, frekuensi diare dalam satu hari, bagaimana bentuk tinja yang keluar, serta apakah ada keluhan lain yang menyertai seperti demam, mual, muntah ataupun penurunan berat badan. Pada diare yang disertai darah perlu dibedakan apakah darah tercampur dengan tinja atau menetes setelah buang air besar. Penting juga untuk dijelaskan obat-obat yang telah dikonsumsi dan bagaimana responnya. Pada pemeriksaan oleh dokter, status hidrasi atau kecukupan cairan penting untuk diamati, karena diare yang berlanjut berisiko menimbulkan kekurangan cairan.

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu analisis tinja, darah, dan urin, serta beberapa pemeriksaan radiologi kolonoskopi, ileoskopi, barium enema, USG perut, dan CT scan perut. Pemeriksaan darah dapat menunjukkan penyebab dari diare kronik, tanda kekurangan cairan, gangguan elektrolit yang disebabkan oleh diare, dan penanda keganasan (untuk penyaringan pada diare yang dicurigai disebabkan oleh keganasan). Pemeriksaan radiologi akan membantu pada diare yang disebabkan oleh peradangan dan sekretorik. Endoskopi pada saluran cerna bawah atau kolonoskopi dapat dilakukan pada diare peradangan dan sekretorik, kedua proses tersebut dapat disertai pemeriksaan biopsi pada jaringan apabila diperlukan. Pemeriksaan tersebut tentunya akan membantu dokter dalam mendiagnosis penyebab diare yang dialami oleh pasien, dengan mempertimbangkan risiko terbesar yang dapat dialami pasien dan pola penyebaran penyebab diare di wilayah tersebut.

,

Apa saja penyebab diare kronik?

  1. Infeksi. Salah satu penyebab diare kronik adalah infeksi, yang biasa ditandai dengan adanya demam, mual, dan muntah. Sering ditemukan adanya sel darah putih pada pemeriksaan tinja dan peningkatan sel darah putih pada pemeriksaan darah.
  2. Gangguan penyerapan lemak. Terjadi pada pasien yang mengalami operasi usus dan membaik setelah pasien berpuasa. Sering ditandai dengan tinja yang mengambang pada kloset. Apabila berlangsung lama, dapat ditemukan tanda-tanda kekurangan gizi pada pasien. Hasil pemeriksaan sering menunjukkan tinja berwarna pucat dan berbau busuk dengan adanya peningkatan jumlah lemak (lebih dari 14 gram) dalam 24 jam.
  3. Gangguan penyerapan karbohidrat. Ditemukan adanya riwayat makanan yang mengandung susu dan pemanis buatan. Keluhan biasanya disertai kembung dan nyeri pada perut (abdomen). Sering ditandai dengan tinja yang mengambang dan berbau asam pada kloset.
  4. Sindrom usus iritabel (Irritable Bowel Syndrom / IBS). Diare sering dirasakan pada pagi hari yang dipengaruhi oleh stress. Keluhan diare dapat silih berganti dengan keluhan sulit buang air besar dengan disertai adanya perut terasa penuh dan mual muntah.
  5. Pengaruh obat. Ada beberapa obat yang dapat meningkatkan frekuensi buang air besar, namun biasanya keluhan akan berhenti apabila penggunaan obat dihentikan. Beberapa obat tersebut diantaranya laksan, neomisin, beta bloker, ACE inhibitor, asam valproat, kolesteramin, biguanid, prostigmin, diuretik, teofilin dan prostigmin.
  6. Keganasan (kanker). Diare pada keganasan biasanya disertai darah, demam, dan nyeri pada perut yang menetap. Pada pemeriksaan tinja dapat ditemukan adanya darah dan penanda tumor yang meningkat.
  7. Kelainan endokrin. Pasien dengan peningkatan hormon tiroid dapat menunjukkan keluhan diare disertai adanya perasaan jantung berdebar, tangan yang bergetar ringan, berat badan yang menurun, peningkatan suhu badan, dan pembesaran pada kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan hormon tiroid didapatkan penurunan dari TSH dan peningkatan T3 dan T4

,

Bagaimana pengobatan pada pasien dewasa dengan diare kronik?

Penatalaksanaan diare kronik adalah tergantung berdasarkan penyebabnya. Berikut adalah terapi yang dapat membantu mengatasi gejala diare kronik:

  1. Loperamid. Pemberian loperamid dapat diberikan 4 mg pada dosis pertama, dengan selanjutnya diberikan 2 mg tiap kali buang air besar cair, dengan dosis maksimal 16 mg / hari.
  2. Kodein. Dapat diberikan 15 mg hingga 60 mg tiap empat jam, namun pemberian obat ini sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan kecanduan (adiksi).
  3. Klonidin. Dapat menghambat pelepasan elektrolit pada saluran cerna, dapat diberikan 0,1 hingga 0,2 mg per hari selama tujuh hari.
  4. Ocretide. Obat ini akan menstimulasi cairan pada saluran cerna, penyerapan elektrolit dan mengganggu pelepasan enzim pada saluran cerna. Dapat diberikan pada beberapa kondisi khusus diare dengan dosis 50 mg hingga 250 mg dengan disuntikan di bawah kulit tiga kali sehari.
  5. Cholestiramin. Bekerja dengan mengikat garam empedu dan mencegah penyerapan, berguna pada pasien diare yang disebabkan oleh garam empedu. Dosis 1 gr hingga 4 gr sebanyak tiga kali sehari.
  6. Atapulgit. Dapat diberikan dua tablet sebanyak tiga kali sehari.

,

Referensi
Simadibrata, Marcellus. 2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 1. Jakarta : Interna Publishing

2016, Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktis Klinis. Jakarta : Interna Publishing

Schiller, Lawrance. 2017. Perspectives in Clinical Gastroenterology and Hepatology. Clinical Gastroenterology and Hepatology

Arasaradnam, Ramesh. 2018. Guidline for The Investigation of Chronic Diarrhoea in Adults : British Society of Gastroenterology 3rd Edition. British Medical Journal

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*